Faktanews.com, Gorontalo – Polemik Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) di lingkungan Pemerintah Provinsi Gorontalo menuai kritik tajam dari DPRD. Anggota Komisi I, Umar Karim, menilai skema pembayaran yang berjalan saat ini bukan hanya bermasalah, tetapi juga diskriminatif dan tidak manusiawi.
“Kami sudah terlalu banyak menerima keluhan ASN. Dari potongan TPP karena tidak unggah konten Pemprov di media sosial, sampai ketimpangan yang nyata dalam pemberian TPP,” ujar Umar, Rabu (6/8/2025).
Ia menegaskan, DPRD akan memanggil Pemprov Gorontalo pada Senin (11/8/2025) untuk meminta penjelasan resmi terkait persoalan ini.
Menurut Umar, dasar hukum TPP dalam Pergub Nomor 5 Tahun 2023 yang diubah melalui Pergub Nomor 1 Tahun 2025 justru menjadi sumber kekacauan. Padahal, anggaran TPP melonjak dari Rp159 miliar pada 2023 menjadi Rp322 miliar di 2025.
“Uang besar itu hanya mengalir ke atas. Staf rendahan dapat sedikit, pejabat malah menikmati jatah besar. Di mana keadilannya?” tegasnya.
Ia juga menyoroti ketimpangan dalam penerapan enam jenis TPP—mulai dari beban kerja hingga kelangkaan profesi. Umar menyebut pelaksanaan di lapangan jauh dari objektif.
“Yang kerja di lapangan seperti Satpol, Damkar, petugas bencana, lingkungan hidup, dan tenaga medis justru tak kebagian sesuai risiko kerjanya. Tapi yang duduk manis di ruang ber-AC malah dapat lebih besar. Ini praktik tidak masuk akal,” kritiknya.
Selain itu, Umar menilai pencantuman nama ASN secara langsung dalam dokumen TPP membuka ruang subjektivitas.
“Itu bisa jadi alat politik atau balas budi. Sangat berbahaya,” tandasnya.
Komisi I menegaskan akan mengambil langkah tegas jika Pemprov tidak mampu membuktikan bahwa skema TPP berjalan adil.
“Kalau Pemprov gagal membuktikan objektivitas TPP, kami akan desak penataan ulang total. Tidak ada toleransi lagi,” tutup Umar Karim.