Example floating
Example floating
Ekonomi & BisnisHeadlineHukum & Kriminal

Dugaan “Jatah Kepala Daerah” Pasca RUPS Bank SulutGo, Aliran Dana Ratusan Juta Berpotensi Gratifikasi

×

Dugaan “Jatah Kepala Daerah” Pasca RUPS Bank SulutGo, Aliran Dana Ratusan Juta Berpotensi Gratifikasi

Sebarkan artikel ini

Fakta NewsGorontalo. Dugaan praktik gratifikasi pasca Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank SulutGo (BSG) kembali menyeruak ke permukaan. Berdasarkan informasi yang dihimpun Fakta News dari sumber terpercaya, muncul pola yang disebut sebagai “jatah kepala daerah” dengan nominal mencapai ratusan juta rupiah.

Aliran dana ini diduga bukan sekadar isu kabar angin, melainkan terstruktur dan terencana. Modusnya, sejumlah dana sisipan yang disiapkan oleh jajaran direksi dan komisaris BSG pusat diduga dialirkan ke setiap daerah pemegang saham melalui kepala Badan Keuangan di masing-masing kabupaten/kota, baik di Provinsi Sulawesi Utara maupun Provinsi Gorontalo.

Example 300x300

Sumber internal menyebutkan, mekanisme dugaan pemberian dana dilakukan setelah penyelenggaraan RUPS tahunan yang menjadi forum strategis menentukan arah kebijakan bank milik daerah tersebut.

“Dana itu diserahkan setelah RUPS, jumlahnya ratusan juta. Disalurkan lewat pintu belakang, tidak ada dalam mekanisme resmi. Semua kepala Badan Keuangan di tiap daerah tahu soal ini,” ungkap sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Dana yang dibungkus sebagai ‘jatah’ itu ditengarai dipakai untuk menjaga hubungan harmonis antara pemerintah daerah selaku pemegang saham dengan pihak manajemen BSG.

Namun, pola tersebut justru menimbulkan pertanyaan serius, apakah ini bentuk pembagian keuntungan yang sah, atau justru praktik gratifikasi yang melanggar hukum?

Lebih lanjut, dari seluruh daerah pemegang saham baik di Sulut maupun Gorontalo, hanya ada satu daerah yang menolak menerima aliran dana tersebut.

Alasan penolakan sederhana tapi jelas: dana itu tidak melalui mekanisme resmi dan berpotensi masuk kategori gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam UU Tipikor.

“Kalau dana itu legal, tentu dibahas di forum resmi dan dimasukkan dalam laporan keuangan. Tapi faktanya, aliran dana ini diberikan secara tidak resmi, melalui jalur gelap, seakan-akan menjadi ‘jatah rutin’ setiap tahun,” kata narasumber tersebut.

Penolakan satu daerah itu menimbulkan preseden sekaligus membuka tabir bahwa daerah lain justru terkesan permisif terhadap praktik yang rawan melanggar hukum ini.

Dalam pengakuan sejumlah pihak, aliran dana pasca RUPS itu dipersepsikan sebagai cara untuk menjaga keberlanjutan kerjasama antara pemerintah daerah dengan BSG. Sebagaimana diketahui, BSG sangat bergantung pada dana pihak ketiga (DPK) dari kas daerah. Artinya, tanpa simpanan dari pemerintah kabupaten/kota, likuiditas bank bisa terancam.

Maka, dugaan aliran dana itu dipandang sebagai bentuk “pelicin” agar pemerintah daerah tidak menarik dananya ke bank lain dan tetap menjadikan BSG sebagai bank mitra utama. Dengan kata lain, ada dugaan hubungan timbal balik, daerah tetap menempatkan uangnya di BSG, dan sebagai imbalannya, manajemen memberikan “jatah” ke daerah.

Praktik ini jelas berpotensi melanggar aturan. Dalam perspektif hukum, dana yang diberikan secara tidak resmi dan tidak tercatat dalam laporan resmi perusahaan bisa dikategorikan sebagai gratifikasi, bahkan suap bila ada imbal balik dalam pengambilan kebijakan.

Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 junto UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa setiap pemberian dalam bentuk apapun kepada penyelenggara negara yang terkait jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dianggap sebagai gratifikasi yang wajib dilaporkan.

Jika benar dana ratusan juta itu masuk melalui kepala Badan Keuangan di tiap daerah, maka potensi keterlibatan pejabat daerah semakin nyata.Ironisnya, hingga saat ini belum ada reaksi resmi dari pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun aparat penegak hukum atas dugaan praktik “jatah kepala daerah” tersebut. Padahal, RUPS BSG adalah agenda rutin yang seharusnya dijaga transparansi dan akuntabilitasnya.

Ketiadaan klarifikasi membuat publik bertanya-tanya, apakah praktik ini sudah menjadi rahasia umum yang sengaja dibiarkan?

Ataukah ada pembiaran karena menyentuh kepentingan para elit di daerah?

Jika dugaan ini terbukti, maka praktik “jatah kepala daerah” pasca RUPS BSG adalah bentuk pengkhianatan terhadap prinsip good corporate governance. BSG yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi daerah justru terjebak dalam permainan transaksional.

Lebih jauh, jika pemerintah daerah selaku pemegang saham ikut menikmati aliran dana ilegal, maka independensi mereka dalam mengawasi bank tersebut otomatis lumpuh. Tidak ada lagi check and balance, karena semua terikat dalam lingkaran gratifikasi.

Semua berhak tahu dan aparat hukum wajib bertindak. Jika tidak, Bank SulutGo akan terus dicurigai sebagai “mesin politik” dan “ATM kekuasaan”, bukan sebagai bank pembangunan daerah.

Fakta News masih berupaya untuk mewawancarai dan telah berusaha menghubungi Kepala Kantor Wilayah BSG Gorontalo untuk meminta kontak Direksi Bank SulutGo, namun belum direspon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600