Scroll untuk baca artikel
Example 300x300
Example floating
Example floating
HeadlineHukum & KriminalPolitik

Soal SPPD Fiktif DPRD Boalemo, Nama Wakil Bupati dan Mantan Aleg Provinsi Ikut Terseret

×

Soal SPPD Fiktif DPRD Boalemo, Nama Wakil Bupati dan Mantan Aleg Provinsi Ikut Terseret

Sebarkan artikel ini

Fakta NewsGorontalo. Gelombang desakan terhadap Kejaksaan Negeri (Kejari) Boalemo semakin menguat. Salah satu aktivis muda Gorontalo, Diki Modanggu, menuntut transparansi atas dugaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang disebut melibatkan dua tokoh penting daerah, yakni Wakil Bupati Boalemo saat ini, Lahmudin Hambali, dan mantan Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Wahyudin Moridu.

Kasus ini mencuat kembali setelah data yang diperoleh sejumlah pegiat antikorupsi menunjukkan adanya perjalanan dinas yang dilakukan keduanya saat masih menjabat sebagai Anggota DPRD Boalemo pada tahun 2020, di tengah masa krisis pandemi COVID-19. Ironisnya, saat itu Pemerintah Pusat maupun Daerah telah menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan lockdown lokal di berbagai wilayah termasuk Provinsi Gorontalo.

Example 300x300

Namun, catatan perjalanan dinas yang masuk dalam dokumen keuangan DPRD Boalemo tetap berjalan seolah-olah kegiatan resmi pemerintahan dilaksanakan secara normal.

“Ini jelas janggal. Saat pemerintah melarang perjalanan, DPRD Boalemo justru mencatat kegiatan luar daerah. Bahkan dua orang di antaranya saat itu ditangkap di Jakarta. Lalu perjalanan dinas apa yang dimaksud?” tegas Diki Modanggu.

Fakta yang memperkuat dugaan penyimpangan itu datang dari catatan penegak hukum. Berdasarkan laporan resmi Polres Metro Jakarta Pusat, pada pertengahan 2020 lalu, dua Anggota DPRD Boalemo yang belakangan diketahui adalah Lahmudin Hambali dan Wahyudin Morid ditangkap di salah satu tempat hiburan malam di kawasan Tamansari, Jakarta Barat.

Dari hasil pemeriksaan, tes urine keduanya dinyatakan positif mengandung zat metamfetamin (sabu). Peristiwa itu sempat menghebohkan publik Gorontalo, terlebih karena terjadi pada saat masyarakat tengah bergulat dengan pandemi dan pembatasan mobilitas.

Sementara itu, berdasarkan jadwal perjalanan dinas yang tercatat dalam dokumen SPPD DPRD Boalemo, pada rentang waktu yang sama, dua nama tersebut terdaftar tengah melaksanakan kegiatan kedinasan di luar daerah.

“Artinya, jika mereka saat itu berada di Jakarta bukan dalam rangka tugas resmi DPRD, maka sangat kuat dugaan bahwa dokumen perjalanan dinas itu fiktif dan dibuat hanya untuk kepentingan pencairan anggaran,” sambung Diki.

Diki Modanggu menilai, Kejari Boalemo tidak boleh tinggal diam terhadap dugaan pelanggaran tersebut. Menurutnya, publik berhak mengetahui sejauh mana proses penanganan kasus ini telah berjalan, terutama apakah kedua nama yang disebut telah diperiksa atau justru “dibekukan” di meja penyidik.

“Sudah lima tahun berlalu, tetapi tak ada kabar apa pun. Padahal fakta hukumnya jelas, ada perjalanan dinas yang dilakukan saat lockdown, ada pencairan anggaran, dan ada bukti mereka berada di tempat hiburan di Jakarta. Apa yang kurang dari unsur penyelidikan awal?” tanya Diki dengan nada keras.

Ia juga menyoroti kemungkinan adanya perlakuan istimewa terhadap pejabat tertentu, sehingga proses penegakan hukum menjadi tumpul ke atas namun tajam ke bawah.

“Kalau kasus seperti ini menimpa ASN biasa atau masyarakat kecil, pasti sudah lama diproses. Tapi karena yang terlibat pejabat dan mantan pejabat, justru senyap. Ini tidak boleh dibiarkan,” tambahnya.

Dalam perspektif hukum, dugaan SPPD fiktif dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, apabila terbukti terdapat pemalsuan dokumen perjalanan dinas untuk mencairkan dana negara, maka dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat.

Praktik SPPD fiktif biasanya dilakukan dengan modus membuat laporan perjalanan, tiket, atau kwitansi penginapan yang tidak pernah terjadi, namun tetap dibayar oleh bendahara atau sekretariat DPRD. Dalam banyak kasus di Indonesia, modus seperti ini kerap digunakan untuk menutupi pengeluaran pribadi, termasuk perjalanan non-dinas.

“Kita tidak sedang berbicara tentang masa lalu pribadi seseorang, tetapi tentang uang rakyat yang diduga diselewengkan. Ini harus dituntaskan agar tidak menjadi preseden buruk di Boalemo,” ujar Diki.

Lihat Video Penangkapannya di https://youtu.be/Uv-T_687TU0?si=A33P0yyrKh9s3r2q

 

Loading

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600
error: Content is protected !!