Example floating
Example floating
Headline

Soal Korupsi TKI, Apakah Kejaksaan Harus Minta Maaf ?

×

Soal Korupsi TKI, Apakah Kejaksaan Harus Minta Maaf ?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Jhojo Rumampuk

Polemik dugaan korupsi dana Kegiatan Kerja Dewan (KKD) di DPRD Kabupaten Gorontalo menyeruak dengan narasi yang tidak kalah bising dari ruang-ruang sidang. Kasus ini menyeret 35 Anggota DPRD periode 2019–2024 serta 3 Pejabat Sekretariat DPRD.

Example 300x300

Publik tercengang ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian negara hingga miliaran rupiah, lalu ditindaklanjuti Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo dengan menaikkan status ke tahap penyidikan.Namun, dinamika terbaru justru menimbulkan kebingungan publik.

Dalam salah satu grup WhatsApp internal Kabupaten Gorontalo, muncul perdebatan tajam. Bahkan kalangan masyarakat bahkan Aparatur Sipil Negara (ASN) mempertanyakan logika hukum, jika Tuntutan Ganti Rugi (TGR) sudah dibayarkan, mengapa proses pidana tetap berjalan?

Bahkan, muncul tagar #SP3JO, sebuah sindiran keras agar Kejaksaan menghentikan perkara ini dengan menerbitkan SP3.

Publik perlu memahami dengan jernih bahwa TGR Bukan “Obat Penenang” Hukum. Pengembalian kerugian negara melalui mekanisme TGR tidak otomatis menghapus tindak pidana korupsi. Hal ini sudah ditegaskan dalam banyak yurisprudensi dan Pasal 4 UU Tipikor yang menyatakan, “Pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi.” Artinya, meskipun uang negara sudah dikembalikan, perbuatan melawan hukum tetap dapat diproses.

Jika logika sebagian pihak yang berteriak di grup WhatsApp itu diikuti, maka akan terbuka ruang luas bagi koruptor untuk bermain-main, ambil dulu uang negara, kalau ketahuan kembalikan, lalu bebas dari jerat hukum. Inilah yang disebut sebagai praktik “moral hazard” yang berbahaya bagi tatanan pemerintahan.

Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo kini dinilai sebagai aktor yang menimbulkan kegaduhan politik dan sosial. Sebagian publik merasa kasus ini hanya dipolitisasi, apalagi menyangkut hampir seluruh anggota DPRD yang notabene adalah representasi rakyat.

Pertanyaannya, apakah Kejari harus meminta maaf atas kegaduhan ini?

Jawabannya tegas: Tidak.

Kegaduhan itu bukan tanggung jawab Kejaksaan, melainkan konsekuensi dari keterbukaan informasi publik dan fakta hukum yang muncul di ruang pemeriksaan. Justru yang harus dipertanyakan adalah mengapa DPRD sebagai lembaga terhormat bisa terjerumus pada pola dugaan korupsi berjamaah yang merusak marwah demokrasi daerah.

Kejaksaan, jika konsisten bekerja sesuai instrumen hukum, tidak ada kewajiban sedikit pun untuk meminta maaf. Yang dibutuhkan adalah transparansi, kecepatan, dan keberanian dalam menuntaskan perkara agar tidak menjadi bola liar opini publik.

Tagar #SP3JO: Aspirasi atau Tekanan Politik?Munculnya tagar #SP3JO menandakan adanya upaya framing yang serius. Tagar ini bisa dibaca sebagai desakan agar Kejaksaan mengurungkan niat menjerat para legislator dan pejabat Sekretariat DPRD.

Namun, jika desakan ini diakomodir, maka keadilan akan kembali menjadi bahan tawar-menawar di ruang politik, bukan di meja hukum.Kejaksaan harus waspada terhadap fenomena ini. Hukum tidak boleh tunduk pada tekanan politik.

Jika SP3 diterbitkan hanya karena alasan “TGR sudah lunas”, maka institusi penegak hukum akan kehilangan wibawa dan kredibilitasnya di mata rakyat.Hari ini, masyarakat Kabupaten Gorontalo menunggu dua hal.

1. Konsistensi Kejaksaan dalam menuntaskan perkara hingga ke meja hijau. Jika memang ada unsur pidana, buktikan di pengadilan, bukan dibunuh di meja penyidikan.

2. Ketegasan DPRD dan Partai Politik. Alih-alih menggalang dukungan dengan tagar #SP3JO, lebih elegan jika para legislator menunjukkan sikap kenegarawanan dengan menghadapi proses hukum secara jantan, bukan bersembunyi di balik mekanisme TGR.

Kasus KKD DPRD Kabupaten Gorontalo adalah cermin buram wajah politik lokal. Perdebatan soal TGR dan tuntutan pidana hanyalah riak di permukaan. Hakikatnya, masyarakat ingin satu jawaban sederhana, apakah DPRD benar-benar menjalankan fungsi legislatif untuk rakyat atau justru untuk kepentingan perut dan kelompoknya sendiri?

Maka, pertanyaan “Apakah Kejaksaan harus meminta maaf?” sesungguhnya salah alamat. Yang seharusnya meminta maaf adalah para elite politik yang tega mempermainkan uang rakyat, lalu mencoba berlindung di balik logika hukum yang sempit. Kejaksaan hanya perlu satu hal, konsisten, transparan, dan berani melawan arus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600