Scroll untuk baca artikel
Example 300x300
Example floating
Example floating
HeadlineHukum & Kriminal

Diki Modanggu Sebut Pokir Bukan Ruang Pemuas Hobi, Tapi Amanah Publik yang Disakralkan

×

Diki Modanggu Sebut Pokir Bukan Ruang Pemuas Hobi, Tapi Amanah Publik yang Disakralkan

Sebarkan artikel ini

Fakta News, Gorontalo — Aktivis Gorontalo Diki Modanggu melontarkan bantahan keras terhadap pernyataan Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Erwin Ismail, yang mengaku menyalurkan dana Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) untuk mewadahi anak-anak otomotif melalui kegiatan sport tourism.

Bagi Diki, pernyataan itu menunjukkan kerancuan berpikir seorang wakil rakyat yang keliru menafsirkan fungsi Pokir itu seolah dana publik bisa dipakai untuk kegiatan elitis atau hiburan komunitas.

Example 300x300

“Pokir itu bukan ruang pemuas hobi. Itu adalah amanah publik yang disakralkan oleh regulasi dan moralitas anggaran. Kalau digunakan untuk event otomotif, itu jelas bentuk penyimpangan orientasi dan pengkhianatan terhadap rakyat,” tegas Diki Modanggu kepada Fakta News

Diketahui sebelumnya, Erwin Ismail dalam pernyataannya mengatakan,

“Anak-anak otomotif itu mau dibuatkan event sport tourism, intinya ada kegiatan yang bisa mewadahi merekalah. Nah itu kan kebutuhan. Sebagai Aleg dapil Kota Gorontalo, yang memang Kota sering menjadi pusat acara dan hiburan, itu kan harus ditangkap sebagai aspirasi, wajar kalau kemudian saya coba wujudkan dalam Pokirnya.”

Pernyataan ini, kata Diki, sama sekali tidak mencerminkan fungsi konstitusional DPRD dalam menyusun dan mengawal perencanaan pembangunan daerah.

Menurutnya, dalih “aspirasi masyarakat” kerap diselewengkan menjadi pintu belakang pembenaran politik, di mana anggota dewan menjadikan Pokir sebagai kendaraan pencitraan pribadi.

“Kalau semua kegiatan yang dianggap aspirasi bisa disalurkan lewat Pokir, tanpa uji kebutuhan dan dasar hukum, maka DPRD akan kehilangan arah. Pokir bukan keinginan pribadi, tapi hasil perencanaan publik,” ujarnya.

Diki mengutip Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, khususnya Pasal 178 Ayat (1), yang menyebut bahwa Pokir DPRD merupakan hasil penyerapan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam pokok-pokok pikiran DPRD dan disampaikan kepada kepala daerah sebagai bahan penyusunan rancangan awal RKPD.

“Artinya, setiap Pokir harus diintegrasikan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan disusun berdasarkan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Pokir bukan inisiatif pribadi Aleg yang berdiri di luar sistem perencanaan daerah. Jadi keliru penyampaian Erwin Ismail jika seperti yang dijelaskan dalam pemberitaan sebelumnya.” Ungkap Diki

Lebih jauh, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 Pasal 130 Ayat (1) menegaskan:

“Setiap pengeluaran yang membebani keuangan daerah harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah serta digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah.”

Kemudian dalam Pasal 132 Ayat (2) disebutkan:

“Setiap belanja daerah harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.”

Diki menilai, dengan dasar itu saja, sudah jelas bahwa kegiatan otomotif atau sport tourism yang diusulkan lewat Pokir tidak memenuhi kriteria kepentingan publik yang luas dan berkelanjutan.

“Kalau kegiatan otomotif masuk dalam Pokir, di mana letak manfaat langsung bagi masyarakat miskin, nelayan, petani, atau pelaku UMKM? Ini pelanggaran moral sekaligus pelanggaran regulasi,” tegas Diki.

Bagi Diki Modanggu, kegiatan otomotif dengan dalih sport tourism hanyalah cara halus untuk menciptakan panggung politik pribadi. Ia menilai, Erwin Ismail sedang berusaha menonjolkan diri di hadapan kelompok tertentu, alih-alih memperjuangkan kepentingan publik yang lebih luas.

“Kota Gorontalo masih banyak persoalan baik dari kemiskinan dan pengangguran yang buruk. Di tengah situasi itu, menggunakan dana publik untuk event otomotif sama saja menutup mata terhadap penderitaan masyarakat,” tegasnya.

Ia menyebut, argumen bahwa kegiatan otomotif adalah “kebutuhan” hanyalah bentuk rasionalisasi politik yang miskin etika.

Pokir, lanjut Diki, tidak boleh dijadikan instrumen untuk membangun citra, apalagi demi kepentingan kelompok yang memiliki hubungan dekat dengan politisi.

“Ini bukan soal siapa yang suka otomotif atau tidak. Ini soal etika anggaran dan integritas pejabat publik. DPRD harus sadar bahwa setiap rupiah uang rakyat memiliki roh moral di dalamnya,” ujar Diki.

Selain melanggar regulasi, Diki menilai praktik semacam ini membuka peluang konflik kepentingan dan pelanggaran akuntabilitas keuangan daerah.

Ia menyoroti banyaknya temuan BPK RI di berbagai daerah, termasuk Gorontalo, yang mengungkap penggunaan dana Pokir dan hibah tanpa dokumen pendukung yang sah.

“Kalau kegiatan otomotif itu dilaksanakan tanpa melalui proposal resmi, tidak ada verifikasi teknis, dan tidak masuk RKPD, maka itu bisa dikategorikan penyimpangan penggunaan anggaran. Bahkan bisa berujung pada tindak pidana administrasi atau korupsi,” ujarnya tegas.

Diki juga mendesak agar Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Kejaksaan Tinggi Gorontalo segera turun tangan memeriksa kebenaran realisasi Pokir yang disebut oleh Erwin Ismail.

“Kejati tidak boleh diam. Kalau ini dibiarkan, maka wibawa lembaga runtuh. Pernyataan Erwin itu sudah cukup sebagai dasar pemeriksaan awal,” katanya.

Diki Modanggu juga mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap moralitas publik sama bahayanya dengan pelanggaran hukum.

Ia menilai, seorang wakil rakyat yang menggunakan Pokir untuk kegiatan otomotif telah menunjukkan ketumpulan nurani politik dan kehilangan arah dalam memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.

“Pokir itu ruang tanggung jawab, bukan ruang pesta. Kalau wakil rakyat sudah tidak bisa membedakan antara kepentingan publik dan kesenangan kelompok, maka demokrasi kita sedang sakit,” ujar Diki.

Menutup pernyataannya, Diki Modanggu menegaskan bahwa Pokir adalah amanah konstitusional yang harus dijaga dengan integritas, kejujuran, dan kepatuhan terhadap hukum.

Setiap upaya mengalihkan dana publik untuk kegiatan personal, pencitraan, atau komunitas tertentu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat.

“Pokir bukan tempat menyalurkan hobi, bukan panggung pencitraan, dan bukan arena hiburan politik. Itu amanah rakyat. Barang siapa mempermainkannya, sama saja mengkhianati demokrasi,” pungkas Diki dengan nada keras.

Penulis : Ahmad Fajrin

Loading

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600