Fakta News – Gorontalo. Keputusan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Gorontalo yang membatalkan keberangkatan atlet pelajar ke ajang Pekan Olahraga Pelajar Nasional (POPNAS) dengan alasan efisiensi anggaran kini menuai kritik tajam.
Ketua LSM Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Gorontalo, Frangkimax Kadir, menilai keputusan itu bukan semata karena keterbatasan anggaran, melainkan sarat dengan motif politik dan kepentingan pribadi pejabat dinas.
“Ada dugaan kuat bahwa keputusan tersebut bukan karena defisit, tapi karena dana olahraga digunakan untuk kepentingan politis tertentu. Kepala Dinas terkesan lebih sibuk mengamankan posisi daripada memperjuangkan hak dan prestasi atlet pelajar,” tegas Frangkimax.
Frangkimax menyebut, berdasarkan penelusuran timnya, Dispora Provinsi Gorontalo justru tercatat pernah menyalurkan dana hibah sebesar Rp100 juta untuk sebuah event, sebuah ajang yang tidak memiliki urgensi pembinaan olahraga pelajar.
Ironisnya, kata dia, dalam draf perubahan APBD Provinsi Gorontalo Tahun 2025, justru tercantum anggaran POPNAS dan penunjang Dispora sebesar Rp725 juta. Angka ini menunjukkan bahwa alasan “efisiensi anggaran” yang dikemukakan Kadispora patut dipertanyakan.
“Kalau ada dana Rp725 juta untuk program POPNAS dan kegiatan penunjang, lalu di mana letak efisiensi yang dimaksud? Ini bisa jadi bentuk penyaluran dana secara selektif dan berbau politik,” kritiknya.
Menurut Frangkimax, kebijakan yang mengorbankan atlet pelajar adalah bentuk penghianatan terhadap semangat pembinaan generasi muda dan sportivitas daerah. Ia menduga keputusan itu juga dilandasi oleh kepentingan balas budi politik di lingkungan birokrasi.
“Kami menilai ada pola pengamanan posisi jabatan dengan mengatur aliran dana ke pihak-pihak tertentu. Sementara para atlet yang seharusnya menjadi wajah daerah malah dikorbankan,” ungkapnya.
Frangkimax menegaskan, pihaknya akan melaporkan persoalan ini ke Kejaksaan Tinggi Gorontalo untuk menelusuri dugaan penyalahgunaan dan manipulasi alokasi anggaran Dispora Tahun 2025.
Langkah ini, katanya, perlu diambil agar publik mengetahui ke mana sebenarnya arah kebijakan anggaran olahraga di Gorontalo digunakan.
“Kami akan meminta Kejati menelusuri seluruh dokumen perubahan APBD, khususnya pos anggaran Dispora. Jangan sampai uang rakyat digunakan untuk kepentingan pribadi pejabat, sementara atlet dibiarkan tanpa dukungan,” tutup Frangkimax.
Terakhir kata Frangkimax, kasus batalnya keberangkatan atlet POPNAS ini semakin menegaskan bahwa manajemen anggaran olahraga di Gorontalo masih jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas.
“Ketika efisiensi dijadikan tameng, sementara hibah-hibah non-prioritas tetap digelontorkan, maka publik berhak curiga: apakah semangat olahraga masih murni untuk prestasi, atau sudah menjadi arena politik birokrasi?.” Tukasnya
![]()












