Scroll untuk baca artikel
Example 300x300
Example floating
Example floating
Headline

Penegakan Hukum yang Memilih Korban, Ketika PETI Lokal Dijadikan Musuh dan Pemodal Besar Dipeluk

×

Penegakan Hukum yang Memilih Korban, Ketika PETI Lokal Dijadikan Musuh dan Pemodal Besar Dipeluk

Sebarkan artikel ini

Oleh : Jhojo Rumampuk

Fakta News – Opini. Penertiban aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Pohuwato kembali menjadi ironi besar atas wajah penegakan hukum di daerah itu. Aparat Kepolisian Resort Pohuwato tampak sibuk menggulung penambang rakyat, seolah-olah mereka adalah satu-satunya sumber persoalan lingkungan dan hukum di wilayah tambang. Namun pada saat yang sama, keberadaan puluhan alat berat milik pemodal besar dari luar daerah tetap bergemuruh dan bebas menelan perut bumi tanpa hambatan berarti seolah hukum memiliki kelas sosial yang membedakan siapa yang boleh menjadi pelanggar dan siapa yang harus dijadikan pelampiasan penertiban.

Example 300x300

“Ini bukan sekadar keluhan. Ini adalah potret klasisme dalam penegakan hukum yang dimana rakyat kecil ditindas, pemodal dipelihara.”

Polisi diharapkan menjadi wakil negara dalam menjaga keadilan dan kedaulatan hukum. Namun di Pohuwato, harapan itu seakan terbalik arah: hukum menatap tajam ke bawah, tapi buta saat melihat ke atas. Kebijakan penindakan Polres Pohuwato terhadap PETI tak bisa dilepaskan dari pola diskriminasi sosial. Masyarakat penambang lokal yang sama-sama menggunakan Alat Berat sama denan para pelaku besar langsung dikejar dan diringkus. Padahal, mereka adalah warga asli yang menggantungkan hidup pada tambang karena keterbatasan pilihan ekonomi.

Sementara itu, kelompok modal besar membawa ekskavator bahkan sistem penambangan modern. Mereka bukan hanya merusak lingkungan dalam skala besar, tetapi mengambil ruang ekonomi warga setempat. Ironisnya, mereka justru diabaikan aparat, bahkan terkesan dilindungi.

Di titik ini, masyarakat bertanya dengan getir, “Apakah kami salah karena miskin?”

Bagaimana bisa hukum yang seharusnya menyamaratakan semua manusia di depan keadilan, justru melahirkan realitas paling menyakitkan, yang sedikit modal akan kehilangan kebebasan, yang banyak modal bahkan bisa membeli hukum itu sendiri? ataukah Kepoisisan tengah menggunakan skema “Dua Wajah Penegakan Hukum, Tegas di Panggung, Tunduk di Belakang ?”

Fenomena ini menghadirkan skeptisisme publik yang tak bisa dianggap remeh. Masyarakat penambang lokal mulai berasumsi dan berspekulasi bahwa aparat penegak hukum menjalankan operasi penertiban bukan untuk tegaknya aturan, melainkan;

  1. Agar aliran setoran tetap lancar
  2. Agar pemain besar tak terusik
  3. Agar citra penegakan hukum tetap dipertontonkan

Muncul dugaan liar, namun logis. Apakah tindakan hukum itu benar-benar demi lingkungan, atau demi kepentingan tertentu yang terselubung di balik seragam dan pangkat?. Jika penertiban hanya menyasar mereka yang tidak punya akses dan kekuatan, maka “operasi penegakan hukum” berubah menjadi “operasi penindasan terstruktur”.

Masyarakat penambang lokal bukan hanya marah karena dilarang, tapi karena dipermalukan oleh standar ganda hukum. Mereka melihat tanah mereka sendiri dikeruk orang asing dengan mesin raksasa yang tanpa izin—namun mereka justru dicap sebagai kriminal.

Akibatnya, Kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian ambruk, Muncul potensi konflik horizontal antara penambang lokal dan pemodal luar dan Negara dianggap hanya hadir sebagai milik elit ekonomi. Dan saat hukum tak lagi dipercaya, masyarakat akan mencari cara sendiri untuk memperjuangkan hak hidup. Di sinilah radikalisme sosial dalam pertambangan bisa lahir.

Saatnya Polisi Menilai Ulang Siapa yang Harus Diincar, Polres Pohuwato memang ingin menjadi penjaga hukum yang bermartabat. Maka, tindak tanpa kompromi semua pemodal PETI besar yang memiliki alat berat, Libatkan publik dalam transparansi operasi penertiban da hentikan kriminalisasi penambang rakyat tanpa solusi alternatif ekonomi.

Hukum tidak boleh lagi menjadi panggung sandiwara tentan penegakannya, jangan Jadikan masyarakat Lokal Pohuwato sebagai “Boneka Kepatuhan Hukum”. Sebab, kita tau Bersama bahwa Pohuwato adalah daerah yang lahir dari tanah emas. Jangan biarkan daerah ini berubah menjadi potret memalukan bagaimana hukum melayani pemodal dan menghancurkan rakyatnya sendiri.

Jika Kepolisian ingin dihormati, jadilah penegak hukum yang berani menatap ke atas bukan sekadar menginjak ke bawah. Karena pada akhirnya “Keadilan yang hanya tajam ke bawah bukan lagi hukum. Ia telah berubah menjadi alat tirani bermantel legalitas.”

Loading

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600