Scroll untuk baca artikel
Example 300x300
Example floating
Example floating
Headline

Soal Kasus Persetubuhan, Kuasa Hukum Bongkar Penetapan TSK Orang Tua SPS

×

Soal Kasus Persetubuhan, Kuasa Hukum Bongkar Penetapan TSK Orang Tua SPS

Sebarkan artikel ini

Fakta NewsGorontalo. Kuasa Hukum MAR, Susanto Kadir, S.H., memberikan klarifikasi tegas kepada awak media dan publik mengenai simpang siurnya informasi terkait kasus yang menjerat kliennya.

Susanto Kadir menekankan perlunya masyarakat mendapatkan informasi yang tepat dan komprehensif, terutama mengenai dua laporan polisi yang berbeda substansi.

Example 300x300

Susanto Kadir menyoroti informasi yang beredar luas, terkait orang tua korban dalam kasus dugaan persetubuhan yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

Susanto menjelaskan, ada dua laporan polisi yang berbeda dan memiliki pokok persoalan yang berbeda pula, meskipun melibatkan rangkaian peristiwa yang sama.

Susanto mengatakan, laporan di Polda Gorontalo dibuat oleh pihak korban terhadap kliennya (MAR) terkait dugaan persetubuhan.

“Dalam kasus ini, MAR telah ditetapkan sebagai tersangka,” ungkap Susanto, Sabtu 22 November 2025.

Susanto menuturkan, laporan di Polresta Gorontalo Kota dibuat oleh orang tua klien MAR terhadap orang tua korban. Laporan ini mengenai dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan.

“Apa yang dilaporkan oleh klien kami itu mengenai penggelapan. Dugaannya adalah penipuan penggelapan. Apa yang digelapkan? Itu tadi (uang titipan mahar),” jelas Susanto.

Menurutnya, uang mahar tersebut seharusnya ditujukan untuk persiapan pernikahan mereka.

“Inilah yang diduga digunakan oleh orang tua tidak sesuai peruntukan,” tambahnya.

Susanto juga menanggapi pertanyaan publik mengenai penetapan tersangka yang terkesan cepat di Polresta Gorontalo Kota, berbeda dengan proses di Polda Gorontalo yang membutuhkan waktu dari Mei hingga November.

“Kalau yang di Polres Gorontalo, kenapa cepat? Ya bukan karena klien kami ada uang, tidak. Tapi yang cukup bukti,” tegasnya.

Bukti kuat yang melandasi laporan di Polres Gorontalo Kota adalah adanya Akta Otentik yang dibuat di hadapan Notaris, yang menurutnya mengikat para pihak dan memiliki kekuatan pembuktian.

“Saya kira tanpa didesak-desak Polresta Gorontalo Kota, kalau cukup bukti, (maka) tersangka. Bukan karena ada intervensi kami,” ujarnya.

Di akhir pernyataannya, Susanto mengimbau kepada masyarakat dan publik untuk membaca informasi secara benar dan komprehensif.

Susanto menegaskan, pihaknya tidak bermaksud menyatakan satu pihak benar dan pihak lain salah.

“Kita bicara fakta, by data. Terakhir yang saya mengimbau kepada publik masyarakat adalah hak kita untuk memperoleh informasi. Tapi informasi itu kami harap dibaca dengan benar, secara komprehensif,” pungkasnya.

Sementara itu dari pihak orang tua korban yang sudah ditetapkan sebagai tersangka juga memberi tanggapan tegas.

Melalui kuasa hukum, Rahmatia Badaru, SH., membenarkan penetapan (tersangka) tersebut dan menyatakan saat ini kliennya dikenakan wajib lapor setiap Senin dan Kamis.

“Ya, betul sudah ada penetapan tersangka 31 Oktober 2025. Dan pada saat itu juga kami sudah dampingi kedua orang tua itu yang telah ditetapkan. Keduanya wajib lapor, dikenakan wajib lapor dan sudah dilaksanakan wajib lapor itu setiap Senin Kamis,” ujar Rahmatia.

Kuasa hukum lainnya, Frengki Uloli, mengungkapkan, penetapan tersangka penggelapan ini berawal dari penyerahan uang mahar sebesar Rp 100 juta.

Frengki menyoroti poin krusial dalam akta perjanjian tersebut.

“Salah satu bunyi akta perjanjian perdamaian itu adalah poin tiganya bahwa pihak kedua dalam hal ini tersangka ini (klien kami) itu tidak akan melaporkan kepada pihak yang berwajib, pihak pertama,” jelas Frengki.

Menurutnya, jika akta tersebut adalah perjanjian pranikah, isinya seharusnya mengatur soal harta, hutang-piutang, dan nafkah anak, bukan klausul yang menghalangi pelaporan ke kepolisian.

“Ini kan motivasinya jadi tanda tanya,” tegasnya.

Frengki juga membantah tudingan, kedua orang tua korban yang membatalkan pernikahan.

Frengki menegaskan, korban sendiri yang membatalkan pernikahan.

“Sebenarnya yang membatalkan pernikahan itu adalah korban dari peristiwa persetubuhan anak, bukan kedua orang tuanya,” ujar Frengki.

Menurut pengakuan korban, ia meminta pembatalan karena merasa khawatir akan “dimainkan” oleh pelaku (MAR) setelah menikah.

Terkait uang mahar Rp100 juta, Frengki menjelaskan, dana tersebut sudah disepakati untuk digunakan sebagai persiapan pernikahan.

Frengki merinci, uang tersebut telah dipakai untuk renovasi rumah korban, membeli bahan-bahan kue, serta menyiapkan pakaian untuk menyambut acara unduh mantu.

Sementara itu, pihak Humas Polresta Gorontalo Kota saat dihubungi untuk dimintai keterangan perkembangan kasus melibatkan orang tua korban ini, belum memberikan jawaban.

Loading

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600