Example floating
Example floating
Headline

Garda Terdepan atau Satpam Mafia Tambang, Irjen Widodo, Jangan Jadi Fotokopi Pendahulu

×

Garda Terdepan atau Satpam Mafia Tambang, Irjen Widodo, Jangan Jadi Fotokopi Pendahulu

Sebarkan artikel ini

Oleh : Jhojo Rumampuk

Sebagai warga Pohuwato, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Polri. Ya, terima kasih karena berhasil mempertontonkan sebuah drama paling memalukan di negeri ini, bagaimana sebuah institusi yang katanya “pengayom rakyat” ternyata hanya bisa berperan sebagai penonton setia kerusakan lingkungan akibat Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI).

Example 300x300

Di tanah kami, alat berat bekerja siang malam, sungai berubah menjadi kubangan limbah, dan hutan luluh lantak demi kepingan emas. Namun, di mana Polri? Mereka lebih sering hadir dalam baliho besar dengan jargon “Presisi”, ketimbang hadir di lapangan dengan keberanian sejati.

“Ironisnya, mereka bukan hanya menonton, tapi terkadang juga seperti ikut bersorak”

Sejauh mata memandang, Polri di Gorontalo, khususnya di Pohuwato, lebih cocok disebut pagar hias. Indah di mata, tapi tak ada fungsinya. Padahal, tugas mereka jelas menjaga hukum, melindungi rakyat, dan memberantas kejahatan. Namun kenyataannya, mereka memilih jadi penonton yang setia.

Dan yang lebih menyedihkan, para penonton ini seolah sudah disiapkan naskah jangan ganggu cukong, jangan sentuh pemilik modal, cukup sibukkan diri dengan urusan kecil. Dengan begitu, drama PETI terus berlanjut, dan rakyat tetap menjadi korban.

Polri suka berbangga dengan program Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan). Tapi di Pohuwato, slogan itu berubah jadi “Presisih” (bahasa Gorontalo: “cuma lewat” atau “asal ada”). Prediktif? Tidak ada. Responsibilitas? Nol besar. Transparansi? Yang ada hanya kebisuan.

Jangan salahkan kami masyarakat kalau akhirnya menyebut polisi di sini bukan lagi pengayom, melainkan pengecut berseragam. Karena bukti keberanian bukan diukur dari gagahnya berdiri di pos polisi, melainkan dari nyali menghadapi para perusak lingkungan yang sesungguhnya.

Apakah polisi di Gorontalo sudah kehilangan nyali? Ataukah mereka memang lebih suka berbisnis ketimbang menegakkan hukum? Karena apa lagi istilah yang cocok jika bukan “pengecut”, ketika aparat yang bersenjata lengkap, yang gajinya dibayar oleh rakyat, justru tiarap di hadapan cukong-cukong tambang?

Kita tahu, tambang ilegal itu bukan lagi rahasia. Alat berat hilir-mudik, bahan kimia berbahaya digunakan seenaknya, bahkan sungai tempat warga menggantungkan hidup sudah berubah menjadi kolam racun. Semua orang tahu. Semua orang melihat. Tapi anehnya, Polda Gorontalo pura-pura tidak tahu.

Kalau ada rakyat miskin tidak pakai helm, polisi bisa sigap. Kalau ada anak muda balapan liar, bisa langsung kejar-kejaran. Tapi ketika berhadapan dengan cukong tambang yang meraup miliaran, polisi malah jadi macan ompong. Ada yang bilang. “Polda kita ini hanya gagah berani di jalan raya, tapi jadi tikus got ketika berhadapan dengan bos tambang.”

Sekarang tongkat komando ada di tangan Irjen Pol. Drs. Widodo. Masyarakat menaruh secuil harapan, meski penuh rasa curiga: apakah Kapolda baru ini benar-benar berbeda, atau hanya akan menjadi fotokopi pendahulunya yang sibuk pidato, hobi konferensi pers, tapi nihil tindakan?

Irjen Widodo, jangan salah langkah. Jangan biarkan nama Anda dicatat dalam sejarah sebagai Kapolda yang lebih senang menutup mata, lebih nyaman jadi bayangan cukong, dan lebih bangga jadi pengawal kepentingan tambang ketimbang pelindung rakyat.

Sebab kalau Polda Gorontalo terus-terusan tiarap, kita akan semakin yakin bahwa polisi di sini bukan lagi aparat negara, melainkan fraksi khusus dalam kerajaan tambang. Bukannya garda terdepan penegakan hukum, tapi justru anak buah dari para cukong.

Tulisan ini pahit, tapi itulah kenyataannya. Kita sudah terlalu lama dikecewakan. Kami tidak butuh polisi pengecut. Kami tidak butuh polisi yang cuma jago soal tilang, tapi mandul soal tambang. Yang kami butuhkan adalah polisi yang benar-benar punya nyali. Polisi yang bukan sekadar berseragam, tapi juga berani menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Jika Kapolda baru ingin dikenang, maka inilah panggungnya. Panggung besar yang akan menentukan, apakah Irjen Widodo seorang pemimpin yang berani mencabut akar mafia tambang, atau hanya pelengkap penderita dalam sejarah Pohuwato?

Karena kalau terus begini, Pohuwato akan menertawakan untuk apa ada Polda Gorontalo kalau kerjanya cuma jadi penonton? Lebih baik pindahkan markas ke bioskop setidaknya penonton di sana tahu diri, mereka bayar tiket.

Kami, rakyat Pohuwato, sudah terlalu sering jadi korban. Ketika banjir datang, ketika sawah gagal panen, ketika air sungai berwarna hitam, siapa yang rugi? Bukan cukong, tapi rakyat. Dan ketika kami berteriak meminta keadilan, Polri hanya menjawab dengan diam yang menyesakkan dada.

Maka, jika Polri ingin tetap dihormati di tanah ini, berhentilah jadi satpam cukong. Jadilah polisi sejati, bukan penakut berseragam. Karena rakyat Pohuwato tidak butuh simbol, tapi tindakan nyata.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600