Scroll untuk baca artikel
Example 300x300
Example floating
Example floating
HeadlineHukum & Kriminal

Kejari dan DPRD Kabgor Mesra Ditengah Kasus Yang Belum Tuntas, Irasionalitas Hukum ?

×

Kejari dan DPRD Kabgor Mesra Ditengah Kasus Yang Belum Tuntas, Irasionalitas Hukum ?

Sebarkan artikel ini

Fakta NewsKabupaten Gorontalo. Langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Gorontalo melakukan Memorandum of Understanding (MOU) atau kerja sama sinergitas dengan DPRD Kabupaten Gorontalo menuai kritik keras dari sejumlah aktivis antikorupsi.

Salah satunya datang dari aktivis muda Dicki Modanggu, yang menilai langkah tersebut sebagai tindakan yang tidak elok secara etika dan mencederai asas independensi penegakan hukum.

Example 300x300

Pasalnya, hingga saat ini, kasus dugaan korupsi Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) anggota DPRD Kabupaten Gorontalo yang telah lama dilaporkan ke Kejaksaan Negeri belum menunjukkan kejelasan arah penyelidikan. Meskipun publik telah berulang kali menagih hasilnya, kasus tersebut seakan menguap tanpa kepastian hukum yang jelas.

Pertanyaan Etis dan Yuridis: Mengapa MOU di Tengah Kasus Menggantung?

Menurut Dicki, langkah Kejari untuk menjalin kerja sama kelembagaan dengan DPRD Kabupaten Gorontalo justru menimbulkan pertanyaan besar di mata publik.

“Bagaimana mungkin lembaga penegak hukum melakukan MOU dengan lembaga yang saat ini tengah diselidiki dalam kasus dugaan korupsi? Ini adalah bentuk irasionalitas penegakan hukum dan melemahkan kredibilitas Kejaksaan di mata masyarakat,” tegas Dicki dalam pernyataannya kepada media, Jumat (24/10/2025).

Ia menilai, semestinya Kejaksaan lebih fokus menuntaskan kasus yang sedang berjalan, bukan justru menciptakan kesan “kemesraan kelembagaan” dengan pihak yang pernah atau sedang dalam radar penyelidikan hukum.

“Ini bukan sekadar soal kerja sama administratif. Tapi ini soal etika lembaga penegak hukum yang harus menjaga jarak dari potensi konflik kepentingan,” tambahnya.

Dicki juga mengingatkan bahwa publik masih menunggu tindak lanjut dari laporan dugaan korupsi TKI DPRD Kabupaten Gorontalo yang telah lama menjadi sorotan.

Dalam catatan aktivis, kasus tersebut diduga melibatkan oknum pimpinan dan anggota DPRD periode sebelumnya yang menerima tunjangan melebihi batas ketentuan. Namun, hingga kini, belum ada kejelasan apakah kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan atau masih mandek dalam tahap klarifikasi data.

“Setiap kali publik bertanya, jawabannya selalu sama masih tahap pendalaman atau menunggu hasil perhitungan. Tapi sudah berbulan-bulan tidak ada perkembangan signifikan. Kini malah muncul MOU antara Kejari dan DPRD. Ini seperti menyiram bensin ke bara ketidakpercayaan publik,” ujarnya dengan nada kecewa.

Menurut Dicki, Kejaksaan sebagai institusi penegak hukum seharusnya menjunjung tinggi prinsip imparsialitas atau ketidakberpihakan dalam setiap tindakan kelembagaannya.

“Penegak hukum harus menjaga jarak profesional dari objek atau subjek hukum yang sedang diperiksa. Ketika Kejari menandatangani MOU dengan DPRD, maka secara psikologis, publik bisa menilai adanya potensi kompromi,” jelasnya.

Dicki menilai MOU tersebut tidak salah secara formil, namun keliru secara etika hukum dan komunikasi publik.

“Bayangkan, di satu sisi Kejaksaan sedang diminta menuntaskan kasus DPRD, di sisi lain mereka berfoto bersama menandatangani kerja sama dengan pihak yang sama. Bagaimana publik bisa percaya bahwa penyelidikan dilakukan secara objektif?” tegasnya.

Aktivis yang dikenal vokal terhadap isu korupsi di Gorontalo itu mendesak Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo agar membuka secara transparan posisi penanganan kasus DPRD.

“Jangan sampai publik menganggap Kejari sedang bermain aman. Kami menuntut kejelasan, apakah kasus itu dihentikan, masih berproses, atau sudah dinaikkan statusnya. Penegak hukum harus menjelaskan secara terbuka kepada rakyat,” ujar Dicki.

Ia juga menilai, semangat sinergitas yang dijadikan alasan dalam MOU tersebut tidak boleh menabrak prinsip utama hukum.

“Sinergitas bukan berarti kompromi. Kolaborasi bukan berarti menutupi pelanggaran. MOU seharusnya dilakukan setelah semua proses hukum tuntas, bukan ketika publik masih menunggu keadilan,” tutup Dicki dengan tegas.

Loading

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600
error: Content is protected !!