Scroll untuk baca artikel
Example 300x300
Example floating
Example floating
Headline

18 Anggota DPRD Di Gorontalo “Sulap” Pokir Jadi Perdis ?

×

18 Anggota DPRD Di Gorontalo “Sulap” Pokir Jadi Perdis ?

Sebarkan artikel ini

Oleh: Jhojo Rumampuk

Fakta News – Opini. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) seharusnya menjadi benteng kepentingan rakyat. Namun, dugaan bahwa 18 anggota DPRD Provinsi Gorontalo periode 2019–2024 telah mengalihkan anggaran pokok pikiran (Pokir) menjadi perjalanan dinas menjelang akhir masa jabatan menampar keras nurani publik. Praktik ini bukan hanya soal pelanggaran administratif, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap mandat rakyat yang diemban selama lima tahun terakhir.

Example 300x300

Pokir sejatinya lahir dari hasil reses dan penjaringan aspirasi masyarakat. Artinya, setiap rupiah yang dialokasikan melalui Pokir harus kembali kepada rakyat dalam bentuk program, kegiatan, atau bantuan sosial yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, bukan untuk membiayai jalan-jalan dan laporan fiktif di penghujung masa jabatan.

Namun aroma penyimpangan semakin menyengat ketika muncul dugaan bahwa nomenklatur Pokir diubah menjadi kegiatan perjalanan dinas, seolah “memutihkan” alokasi agar terlihat sah di atas kertas. Padahal, KPK RI  sudah dengan tegas melarang penyalahgunaan Pokir untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau organisasi yang berafiliasi langsung dengan anggota dewan.

Jika dugaan itu benar, maka persoalan ini bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi indikasi praktik korupsi terencana, karena terdapat unsur penyalahgunaan kewenangan dan manipulasi anggaran daerah. Dalam konteks hukum, tindakan seperti ini bisa dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara.

Lebih menyedihkan lagi, praktik seperti ini terjadi di saat publik terus menuntut transparansi dan akuntabilitas kinerja dewan. Bagaimana mungkin rakyat percaya kepada lembaga legislatif jika anggaran aspirasi masyarakat justru “disulap” menjadi sarana pelesiran dan laporan pertanggungjawaban fiktif?

Kejaksaan Tinggi Gorontalo dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) mungkin bisa dikelabui, tapi mau sampai kapan ?. Dugaan ini harus segera diselidiki secara tuntas, bukan hanya dengan klarifikasi di atas meja, tapi melalui audit anggaran dan pemeriksaan dokumen pergeseran APBD. Setiap rupiah yang dikorbankan rakyat mesti dipertanggungjawabkan secara terbuka.

Kasus seperti ini juga harus menjadi momentum refleksi bagi seluruh anggota DPRD di Gorontalo, apakah kursi legislatif digunakan untuk melayani rakyat atau melayani diri sendiri? Sebab, ketika lembaga rakyat menjadi sarang manipulasi anggaran, maka demokrasi lokal hanya tinggal nama tanpa makna.

Integritas bukan sekadar slogan. Bila terbukti benar Pokir diselewengkan menjadi perjalanan dinas, maka publik berhak menuntut agar nama-nama anggota DPRD yang terlibat diumumkan secara terbuka dan diproses secara hukum.

Masyarakat Gorontalo tidak butuh wakil yang pandai berkelit, tetapi wakil yang berani mempertanggungjawabkan setiap kebijakan dan setiap rupiah yang mereka kelola. Karena pada akhirnya, yang tersisa bukan jabatan, melainkan jejak moralitas di hadapan rakyat dan sejarah.

Loading

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600
error: Content is protected !!