Faktanews.com – Gorontalo. Kasus dugaan kekerasan seksual dan penganiayaan yang dilakukan oleh salah satu oknum dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo kembali mencuat. Pasalnya, pernyataan yang disampaikan oleh Wakil Dekan III Suwitno Imran dinilai tidak sesuai dengan tindakan.
Sebelumnya, pada Konferensi Pers yang dilakukan oleh Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo pada 25/4. Dekanat Fakultas Hukum UNG memberikan pernyataan pada poin 2 (dua), dimana pihaknya mengapresiasi dan mempercayai pihak Polesta Gorontalo Kota bekerja secara profesional dan akuntabel dalam menegakkan hukum.
Kepada Fakta News. Kuasa Hukum Korban, Donal Taliki mengatakan bahwa ada salah satu Oknum Dosen Fakultas Hukum UNG, Lisnawati Badu diduga melakukan sebuah perbuatan intimidasi kepada Siti yang menjadi korban kekerasan seksual dan penganiyaan dengan terduga pelaku Supriyadi Arif yang sementara di tangani polresta Gorontalo kota.
“ klien kami beberapa kali di hubungi oleh oknum dosen tersebut dan mendesak korban untuk berdamai dengan terduga pelaku serta akan di polisikan jika menolak berdamai. kami berpendapat tindakan tersebut merupakan bentuk perlindungan Fakultas Hukum UNG terhadap terduga pelaku sebab dalam pengakuan lisnawati badu ia mengatakan terpaksa ikut campur karna di minta oleh Dekan Fakultas Hukum UNG dan pihak keluarga Korban ” Ungkap Donal
Sehingga, keterlibatan dosen dimaksud. Donal menyatakan bahwa hal tersebut menunjukan adanya dugaan campur tangan pihak fakultas hukum UNG dalam perkara yang sementara di tangani oleh pihak kepolisian. dan tentu, ini sangat bertantangan dengan pernyataan jajaran FH UNG.
“kami meminta kepada rektor UNG untuk bersikap lebih serius dalam menyikapi persoalan ini sebab ada dugaan pihak FH UNG berupaya melindungi terduga pelaku selain itu kami berharap pihak Kepolisian segera menaikan status terlapor menjadi tersangka. Sebab, kami khawatir dengan segala upaya jajaran pimpinan FH UNG dapat mempengaruhi penanganan perkara ini” Tegas Donal.
Dimana menurut Donal, intimidasi yang dilakukan oleh Oknum Dosen yang mengatasnamakan Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo (UNG) terhadap korban kasus dugaan kekerasan seksual dan penganiayaan harus mendapatkan sorotan serius terhadap perlindungan korban. persoalan ini mencerminkan ketidakmampuan lembaga perguruan tinggi dalam bersikap netral dalam kasus kekerasan seksual dengan sensitivitas yang dibutuhkan.
” Intimidasi terhadap korban adalah tindakan yang sangat tidak bermoral dan tidak dapat diterima dalam konteks apapun. Korban kekerasan seksual dan penganiayaan harusnya mendapatkan dukungan penuh dari institusi, termasuk dari fakultas tempat pelaku bekerja. Namun, dalam kasus ini, Fakultas Hukum UNG justru terlibat dalam upaya intimidasi terhadap korban, dengan tujuan untuk menekan keluhan dan menghindari pertanggungjawaban.” Jelas Donal
Lebih lanjut, penanganan kasus ini juga menyoroti perlunya reformasi dalam sistem pengadilan internal universitas. Proses penyelesaian kasus kekerasan seksual haruslah transparan, adil, dan mengutamakan kepentingan korban, bukan untuk melindungi reputasi institusi atau individu tertentu. Jika lembaga pendidikan ingin menjadi wadah yang aman dan inklusif bagi seluruh anggotanya, maka perlindungan terhadap korban harus menjadi prioritas utama.
” Dalam menghadapi intimidasi seperti ini, perlu adanya tindakan tegas dari pihak berwenang untuk memastikan bahwa korban mendapatkan keadilan yang layak dan pelaku diberikan sanksi yang setimpal. Selain itu, upaya preventif dan edukasi tentang kekerasan seksual juga harus ditingkatkan agar semua pihak, termasuk mahasiswa dan staf akademik, dapat memahami pentingnya menghormati hak asasi manusia dan menghindari tindakan yang merugikan orang lain.” Terang Donal seraya menambahkan
Persoalan intimidasi yang dilakukan oleh Oknum Dosen Fakultas Hukum UNG terhadap kliennya menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam memperbaiki perlindungan korban dan menghapuskan budaya perundungan di lingkungan akademik. Langkah-langkah konkret perlu segera diambil untuk menjamin keadilan bagi korban dan mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan di masa depan.
“Perlindungan korban kekerasan seksual adalah kunci dalam menegakkan keadilan dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Namun, tindakan intimidasi yang dilakukan oleh pihak fakultas menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan besar dalam pemahaman dan implementasi perlindungan korban di lingkungan akademik. Hal ini menggambarkan perlunya peningkatan kesadaran dan penegakan aturan yang jelas terkait dengan perlindungan korban di semua tingkatan institusi pendidikan.”Tutup Donal