Scroll untuk baca artikel
Example 300x300
Example floating
Example floating
Tajuk

Gorut Dan Era Ketelanjangan Narasi

×

Gorut Dan Era Ketelanjangan Narasi

Sebarkan artikel ini
Oleh: Tutun Suaib, SH., CPCL — Aktivis dan Praktisi Hukum

Polemik yang tak berkesudahan kini seolah menjadi panggung besar yang terus menayangkan satu lakon yang sama—lakon yang dipertontonkan di tengah riuh yang tak lagi mengenal malu. Narasi yang dipentaskan sebagai alasan pembenaran seakan-akan adalah representasi kebenaran, padahal di balik itu hanya tersisa ilusi dan kepentingan.

Dari ruang publik hingga forum diskusi di layar ponsel, dari obrolan santai hingga perdebatan di media sosial, kita menyaksikan satu pola berulang: yang benar diserang habis-habisan, sementara yang salah dibela mati-matian.

Example 300x300

Narasi diproduksi secara massal tanpa standar moral yang jelas. Debat publik yang seharusnya menjadi sarana pencerdasan berubah menjadi industri konflik verbal yang ramai, panas, penuh sensasi, tetapi miskin makna.

Di satu pihak, ada yang membungkus pendapatnya dengan label “ilmiah” dan “berbasis fakta”. Di pihak lain, bantahan keras disusun dengan klaim “kebenaran versi sendiri”. Ironisnya, wajah yang tampil pun itu-itu saja, mereka yang merasa memiliki lisensi untuk berbicara tentang apa pun, meskipun sering kali jauh dari substansi persoalan.

Sesungguhnya, inilah akar dari semua kekacauan itu: kejujuran telah digeser dari posisi terhormatnya sebagai fondasi kehidupan.

Kini, kejujuran tak lagi menjadi standar moral, melainkan sekadar ornamen yang mudah ditanggalkan ketika kepentingan berbicara. Yang menjadi ukuran adalah bagaimana memenangkan kompetisi, menyingkirkan rival, dan bertahan dalam lingkaran kekuasaan atau popularitas tak peduli caranya.

Kemenangan menjadi tujuan utama. Kejujuran hanyalah kemewahan yang kian langka. Maka tidak mengherankan jika narasi dijahit rapi, disebarkan secara masif, dan dipertahankan dengan segala cara. Lebih parah lagi, publik dipaksa percaya pada narasi yang diciptakan oleh tangan-tangan kepentingan. Inilah yang saya sebut sebagai “Era Ketelanjangan Narasi.”

Kita hidup di masa di mana kebohongan dipoles menjadi kebenaran, dan kebenaran dikubur oleh keramaian opini. Namun, jangan pernah menyembunyikan narasi sesungguhnya untuk membangun opini liar, sebab akan tiba waktunya cara Tuhan mengungkapkan segalanya.

Narasi mungkin menyesatkan cara berpikir manusia, tetapi ia tak akan pernah bisa menipu hukum kehidupan. Cepat atau lambat, kenyataan akan membongkarnya, dan Tuhan tidak bisa dibohongi.

Jika kita jujur, tidak perlu takut pada tuduhan. Jika tuduhan itu tidak benar, tak perlu gentar menghadapinya. Dan jika niat itu ikhlas, tidak perlu risih dengan segala kebisingan.

Yang patut kita takuti hanyalah Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya Dia yang mengetahui isi qalbu, dan hanya Dia pula yang akan membalas setiap perbuatan, baik di dunia maupun di akhirat.

Dan jika kita tak lagi takut kepada-Nya, mungkin saja kita telah menyembah nafsu, baik itu nafsu kekuasaan, popularitas, atau kepentingan diri.

Na‘ūdzubillāhi min dzālik.

Loading

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600