Scroll untuk baca artikel
Example 300x300
Example floating
Example floating
Headline

(Simbolis) Harkodia 2025, Ketika Penegak Hukum Yang Kenyang

×

(Simbolis) Harkodia 2025, Ketika Penegak Hukum Yang Kenyang

Sebarkan artikel ini

Oleh: Jeffry As. Rumampuk – CEO Butota

Fakta News – OPINI. Setiap tanggal 9 Desember, dunia memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia. Momentum ini seharusnya menjadi refleksi mendalam bagi seluruh elemen bangsa, khususnya aparat penegak hukum yang diamanahi tugas mulia: menjaga keadilan dan memberantas korupsi. Namun ironi yang terjadi di Gorontalo sepanjang tahun 2025 justru memperlihatkan wajah buram penegakan hukum yang tampak selektif, kompromistis, dan terkesan jauh dari rasa keadilan.

Example 300x300

Catatan Hitam Korupsi Gorontalo 2025

Tahun 2025 menjadi tahun yang mencoreng wajah Gorontalo dalam hal pemberantasan korupsi. Berbagai kasus korupsi proyek dengan dana miliaran rupiah terungkap, namun penanganannya menimbulkan tanda tanya besar di benak publik.

Pertama, kasus korupsi Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk proyek jalan Samaun Pulubuhu-Bolihuangga dengan kerugian negara mencapai Rp1,18 miliar hanya menjerat tiga tersangka dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo pada Februari 2025. Lebih mengherankan lagi, kenapa hanya proyek Samaun yang naik sementara ada beberapa ruas proyek jalan lainnya juga bermasalah dan hingga kini tidak jelas penegakkannya.

Kasus serupa terjadi pada proyek peningkatan Jalan Nani Wartabone yang merugikan negara hingga Rp5,9 miliar. Polda Gorontalo memang meraih prestasi nasional dalam penyelesaian perkara korupsi tahun 2024-2025, namun pertanyaannya, apakah prestasi itu diukur dari jumlah tersangka yang dijerat ataukah dari kesungguhan mengungkap seluruh aktor di balik kejahatan tersebut?

Lebih menyakitkan lagi adalah kasus korupsi proyek SPAM Dungingi Kota Gorontalo senilai Rp13,7 miliar yang merugikan negara Rp2 miliar. Pada Oktober 2024, mantan Kepala Dinas PUPR Kota Gorontalo Rifaldi Bahsoan justru dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri Gorontalo. Tangisan keluarga yang pecah di ruang sidang menjadi tamparan keras bagi rasa keadilan masyarakat yang selama ini berharap uang rakyat yang dikorupsi bisa dikembalikan. Walau pada akhirnya jaksa memenangkan kasasi melalui putusan Mahkamah Agung (MA) RI dan menjatuhkan vonis kepada Rivaldi dengan pidana penjara selama empat tahun.

Selanjutnya, ada kasus Korupsi mantan Bupati Bone Bolango Hamim Pou, yang sebelumnya sempat dinyatakan bebas. Saat itu, hakim Pengadilan Tipikor Gorontalo, memvonis bebas Hamim dalam perkara nomor  4/Pid.Sus-TPK/2025/PN Gto. Hamim dinyatakan tidak terbukti secara sah, terlibat korupsi perkara Bansos Bone Bolango tahun 2011-2012 itu.  Saat itu Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fathur Rozy, SH tidak langsung mengajukan kasasi, namun memberikan pernyataan untuk memikirkan putusan hakim tersebut.

Oleh Mahkamah Agung, kemudian menjatuhkan putusan kasasi terhadap Hamim Pou, dengan amar putusan berupa hukuman pidana penjara 3 tahun serta pidana denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim kasasi juga menetapkan uang pengganti (UP) sebesar Rp152.500.000 subsider pidana penjara 2 tahun. Putusan yang dijatuhkan pada Rabu, 19 November 2025 itu sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tipikor dan PHI Gorontalo.

Kemudian, pada vonis hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Hubungan Industrial (PHI) Gorontalo pada perkara korupsi proyek Kanal Tanggidaa, yang dinilai tidak sebanding dengan perbuatan terdakwa, yang diduga telah merugikan negara hingga mencapai miliaran rupiah. Apalagi vonis tersebut justru lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut ketiga terdakwa dengan hukuman 7 tahun penjara. Untuk selanjutnya, pada perkara ini oleh Kejati Gorontalo kembali menetapkan dua tersangka baru dalam pengembangannya.

Untuk berikutnya, beberapa perkara korupsi yang telah diketahui publik pada Tahun ini, masih dalam penanganan oleh APH. Sehingga, publik menantikan kejutannya pada momentum peringatan Harkodia tahun 2025 ini.

Aparat yang Selalu Kenyang

Di tengah maraknya kasus korupsi, aparat penegak hukum tampak “kenyang” dengan cara mereka sendiri. Kenyang dengan prestasi yang diukur dari statistik angka, kenyang dengan pencitraan sebagai pahlawan pemberantasan korupsi, namun kelaparan dalam hal integritas dan keberanian mengungkap kebenaran hingga tuntas.

Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Hukum Kota Gorontalo (AMPUH-KG) pada Maret 2025 justru harus turun ke jalan menuntut Kejaksaan Tinggi Gorontalo mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru terkait gratifikasi proyek dana PEN. Ini menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum sudah terkikis habis. Kejaksaan yang seharusnya menjadi benteng pengamanan uang negara, justru terindikasi sebagai pelindung bagi para koruptor.

Pertanyaan mendasar pun mengemuka: mengapa penanganan kasus korupsi di Gorontalo terkesan setengah hati? Mengapa tersangka yang ditetapkan hanya segelintir orang, sementara audit BPK dan BPKP jelas-jelas menunjukkan adanya penyimpangan sistemik yang melibatkan banyak pihak?

Fakta paling menyedihkan dalam penegakan hukum kasus korupsi di Gorontalo adalah adanya indikasi kuat bahwa penerapan hukum dilakukan “by request” atau berdasarkan pesanan. Konstruksi perkara tidak lagi dibangun berdasarkan dugaan yang seharusnya sesuai temuan audit, melainkan dipilih-pilih berdasarkan kepentingan tertentu.

Front Pemberantas Korupsi Gorontalo (FPKG) pada September 2025 bahkan harus secara resmi melaporkan beberapa dugaan tindak pidana korupsi langsung ke Kejaksaan Tinggi Gorontalo, termasuk dugaan penyelewengan anggaran ratusan miliar rupiah pada periode 2022-2023 di tingkat provinsi. Ini membuktikan bahwa penegakan hukum di tingkat bawah, tidak dipercaya lagi mampu menangani kasus-kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi.

Menjadi pertanyaan besar, momentum Harkodia apakah berefek pada berkurangnya korupsi di Gorontalo ? Apakah uang negara yang dikorupsi sudah dikembalikan? Apakah efek jera sudah tercipta?

Jawabannya: tidak. Kasus korupsi justru terus bermunculan sepanjang 2025 dengan modus yang sama dan melibatkan aktor-aktor yang sama. Yang berbeda hanya nama proyeknya saja. Ini menunjukkan bahwa penegakan hukum yang ada hanya menyentuh permukaan, tidak menyentuh akar masalahnya.

Prestasi penanganan perkara tidak boleh hanya diukur dari berapa banyak tersangka yang ditetapkan atau berapa banyak kasus yang diselesaikan. Prestasi sejati adalah ketika sistem pengelolaan keuangan negara di daerah menjadi lebih baik, ketika para koruptor takut melakukan kejahatan karena tahu akan ditindak tegas tanpa pandang bulu, dan ketika uang rakyat benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat.

Harapan di Tengah Keputusasaan

Namun di tengah catatan kelam ini, masih ada secercah harapan. Kunjungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Gorontalo pada November 2025 untuk menindaklanjuti temuan Pansus Perkebunan Kelapa Sawit DPRD Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa ada lembaga yang masih peduli dengan pemberantasan korupsi yang sebenarnya. Ini adalah kali pertama sejak berdiri tahun 2002, KPK turun langsung menyelesaikan permasalahan di Gorontalo, bukan hanya sekadar melakukan pemantauan atau supervisi.

KPK juga menggelar Program Pencegahan Korupsi Terintegrasi Tahun 2025 bersama DPRD Provinsi Gorontalo dan Pemerintah Daerah. Sayangnya, capaian Monitoring Center for Prevention (MCSP) Gorontalo masih berada di zona merah dengan angka 36 persen, jauh dari target ideal 78 persen untuk masuk zona hijau. Ini menunjukkan bahwa sistem pencegahan korupsi di Gorontalo masih sangat lemah.

Pesan Menohok untuk Aparat Penegak Hukum

Kepada aparat penegak hukum di Gorontalo, sudah saatnya untuk introspeksi. Jangan biarkan jabatan dan kewenangan yang diberikan rakyat melalui negara menjadi alat untuk melayani kepentingan segelintir orang. Jangan biarkan penegakan hukum menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan atau diatur berdasarkan pesanan.

Ingatlah bahwa setiap rupiah yang dikorupsi adalah hak rakyat yang dirampas. Setiap proyek yang diselewengkan adalah infrastruktur yang seharusnya memudahkan hidup masyarakat. Setiap perkara yang tidak ditangani secara tuntas adalah pengkhianatan terhadap sumpah jabatan yang pernah diucapkan.

Rakyat sudah lelah dengan permainan “kucing-kucingan” dalam penegakan hukum. Rakyat sudah muak dengan tontonan tersangka-tersangka kecil yang dijerat sementara “dalang” sesungguhnya tetap aman. Rakyat sudah jenuh dengan pencitraan prestasi yang tidak mencerminkan perbaikan nyata di lapangan.

Hari Anti Korupsi Sedunia 2025 harus menjadi titik balik. Penanganan perkara korupsi di Gorontalo dan di seluruh Indonesia harus dilakukan sesuai dengan konstruksi dugaan yang sebenarnya, bukan berdasarkan pilihan atau kepentingan tertentu, apalagi by request.

Ketika audit BPK dan BPKP menemukan kerugian negara miliaran rupiah, maka seluruh rantai korupsi harus dibongkar. Dari perencana, pelaksana, pengawas, hingga penerima manfaat harus diungkap tuntas. Tidak boleh ada yang kebal hukum hanya karena jabatan, koneksi, atau kemampuan finansialnya.

Penerapan hukum harus adil tanpa pandang bulu. Tidak peduli dia pejabat tinggi atau kontraktor kecil, ASN senior atau pengusaha berpengaruh siapa yang terbukti korupsi harus dihukum seadil-adilnya. Ini bukan hanya soal menghukum pelaku, tapi juga memberi efek jera dan memperbaiki sistem agar korupsi tidak terulang.

Kepada Kejaksaan Agung RI, Bareskrim Polri, dan KPK, kami masyarakat Gorontalo memohon keseriusan dalam mengawasi kinerja aparat penegak hukum di daerah. Jangan biarkan prestasi statistik menutupi fakta bahwa korupsi masih merajalela dan penegakan hukum masih setengah hati.

Kepada DPRD di semua tingkatan di Gorontalo dan pemerintah daerah, jangan hanya menjadi penonton. Gunakan fungsi pengawasan dan legislasi untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam setiap penggunaan anggaran. Jadikan temuan audit bukan hanya sebagai dokumen administratif, tapi sebagai dasar untuk memperbaiki sistem dan menindak pelaku penyimpangan.

Dan kepada masyarakat Gorontalo, jangan pernah berhenti mengawal setiap penggunaan uang rakyat. Laporkan setiap indikasi korupsi, desak penanganan yang tuntas, dan jangan mudah dibodohi dengan pencitraan prestasi tanpa substansi.

Janji yang Harus Ditepati

Pada Hari Anti Korupsi Sedunia 2025 ini, kita berharap ada komitmen nyata dari aparat penegak hukum untuk benar-benar memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya. Bukan hanya menangkap para “kuli” korupsi sementara “mandor” dan “juragan”-nya tetap bebas. Bukan hanya mengejar target angka penyelesaian perkara sementara kerugian negara tidak pernah dikembalikan.

Gorontalo yang dikenal sebagai “Serambi Madinah” seharusnya menjadi contoh dalam hal integritas dan kejujuran. Namun fakta menunjukkan bahwa julukan itu hanya slogan kosong jika tidak ditopang dengan penegakan hukum yang berintegritas dan sistem tata kelola yang transparan.

Penanganan perkara harus sesuai dengan konstruksi dugaan yang seharusnya. Bukan karena pilihan, bukan karena pesanan, bukan by request. Hanya dengan cara itulah pemberantasan korupsi akan bermakna dan rakyat akan kembali percaya pada sistem hukum yang ada.

Mari kita jadikan Hari Anti Korupsi Sedunia 2025 sebagai momentum untuk berkomitmen: “Tidak ada lagi korupsi yang dibiarkan, tidak ada lagi aparat yang kenyang sementara rakyat kelaparan, tidak ada lagi penegakan hukum setengah hati!”

Gorontalo, rakyat, dan bangsa ini layak mendapatkan keadilan yang sejati. Bukan keadilan versi penguasa, bukan keadilan hasil kompromi, tapi keadilan yang murni berdasarkan hukum dan kebenaran. Salam Anti Korupsi!

Loading

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600