Oleh : Jhojo Rumampuk
Faktanews.com – Opini. Terlalu banyak polemik yang menarik dibahas di Kabupaten Pohuwato saat ini, salah satunya adalah polemik tentang insentif imam Masjid dan pegawai syari’i yang masih menjadi pembahasan di berbagai warung kopi dan grup WhatsApp internal Bumi Panua.
Dikala Bumi Panua dilanda resesi (bencana) Investasi Bodong, hal ini memengaruhi kondisi perputaran ekonomi dan ditambah lagi kondisi keuangan Daerah yang mengalami penurunan secara signifikan hingga para imam dan pegawai syari’i harus sabar atas dampak yang terjadi kepada mereka.
Berbagai asumsi lahir bahkan condong mempersalahkan Pemerintah Daerah, namun sebuah alasan keluar dari Sekretaris Daerah bahwa persoalan urgensi Nasional yakni Pandemi COVID-19 yang menjadi penyebab atas turunnya insentif para imam dan pegawai syari’i.
Bagi salah seorang tokoh masyarakat Pohuwato bahwa menurutnya masalah covid tidak harus memangkas dan memperlambat insetif para imam.
“ Malah perlu mereka diberikan insentif yang bersesuaian untuk memaksimalkan tugas dan tanggung jawab mereka dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat/ummat. Kalau hanya masalah covid yang dijadikan alasan untuk memangkas dan memperlambat hak-hak mereka, bagi saya itu tidak logis.
Sebab tidak sedikit anggaran yang terbuang sia-sia dan dianggap tidak efektif yang harus dipikirkan untuk dipangkas untuk mengatasi masalah covid.” Jelasnya
Menurutnya Pemerintah Daerah seharusnya lebih membinaku sebuah SPPD yang kurang efektif.
“ Contohnya biaya perjalanan dinas dan operasional lainnya yang dianggap belum terlalu efektif dan belum terlalu penting untuk mendapatkan alokasi anggaran, itu yang bisa pangkas untuk dialoksikan ke program-program yang sangat penting dan mendesak untuk beroleh perhatian dan alokasi anggaran.Tidak harus para imam yang dikorbanan. Tapi tidak apa-apa juga kalau memang para imam itu dianggap tidak terlalu penting oleh para pemangku kepentingan di daerah ini, yaah Paling-paling para imam akan berpikir ”tegasnya.
Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa fungsi imam itu sangatlah penting dalam pmenjaga persatuan dan kerukunan umat yang ada di satu Daerah dan bahkan seluruh wilayah yang ada dalam Republik Indonesia.
Dimana peran imam masjid, selain mengimami shalat berjamaah lima waktu, imam pun juga memiliki peran dan tanggungjawab dalam pengembangan kehidupan masyarakat. Yakni agar terus menebarkan kebaikan atas sesama.
Padahal sebenarnya urusan para imam yang tergolong urusan kecil ini sudah harus diambil alih oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, yang dipercayakan oleh Bupati dan wakil Bupati untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab Buapti dan wakil Bupati itu ada seribu satu macam yang ada dalam benak/pikiran mereka untuk daerah ini. Sehingganya Bupati dan Wakil Bupati mengangkat OPD untuk membantu dan menjalankan dan memaksimalkan apa yang tertuang dalam Visi-misi Bupati dan Wakil Bupati seta mampu menindak-lanjuti kebijakan lainnya yang dianggap penting untuk beroleh atensi dari Pemerintah Daerah.
Maka dengan demikian, bagi OPD yang tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung-jawabnya serta tidak mampu mengatasi masalah yang berkaitan dengan tugasnya, alangkah baiknya mundur saja dan tidak perlu mengemis jabatan lagi. Sebab hanya merugikan tunjangan jabatan, sementara kinerja dinilai tidak becus.
Namun di tengah kondisi keuangan daerah yang mengalami penurunan drastis bahkan diakui berdampak pada menurunnya insentif para Imam dan Pegawai Syar’i, Tunjangan Anggota DPRD Kabupaten Pohuwato justru mengalami peningkatan yang cukup drastis.
Dalam Peraturan Bupati (Perbup), tunjangan Transportasi Pimpinan dan Anggota DPRD, sudah mengalami tiga kali perubahan, dari Rp. 8.250.000, berubah menjadi Rp. 12.000.000, dan di tahun 2022 ini menjadi Rp. 12.800.000.
Tak hanya itu, dalam perbup terbaru tunjangan perumahan Pimpinan DPRD yang awalnya hanya Rp. 8 juta berubah menjadi Rp. 15 juta, sementara untuk tunjangan perumahan anggota yang awalnya hanya beriksar Rp. 7.500.000 berubah menjadi Rp. 13.500.000.
Kenaikan tunjangan transportasi dan perumahan Pimpinan dan Anggota DPRD pun dinilai berlebihan. Salah satunya Tokoh Masyarakat Paguat, Masrin Kone. Kata dia, dengan kondisi kemampuan keuangan daerah yang terbatas, pemerintah dan DPRD harusnya tidak mementingkan kebutuhan pribadi dengan menaikan tunjangan anggota DPRD.
Hingga salah satu tokoh masyarakat Kecamatan Paguat pun angkat bicara atas kejadian naiknya tunjangan para Legislator Bumi Panua, dirinya merasa prihatin atas persoalan insentif para imam dan pegawai syari’i yang ada di Kabupaten Pohuwato.
“Naif Sekali ditengah refocusing anggaran covid, KKD (kemampuan keuangan daerah) turun dari sedang ke rendah, ditambah Perpres yang berimbas kepada insentif imam dan pemangku adat. Artinya kondisi rakyat sedang menjerit, mereka justru enak-enakan dengan tunjangan yang fantastis ,” ungkap Masrin .
Mantan Aleg 2 periode yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Perlindungan Konsumen Provinsi Gorontalo ini bukan bermaksud untuk mengkritisi kenaikn tunjangan transportasi dan perumahan Anggota DPRD, namun dirinya menilai bahwa kenaikan tunjangan tersebut sudah diluar batas kewajaran, pasalnya saat ini rakyat lagi menderita.
“Belum kita bicara sembako yang lagi mencekik masyarakat. Silahkan saja naik tunjangan tapi tolng imam dan pegawai syara yang sekarang lagi butuh harus juga di perhitungkan. Harusnya perbup dipertanyakan analisanya seperti apa kok bisa naik. Saya juga mantan Anggota DPRD tiga periode, saya memahami betul kondisi teman-teman disana tapi dengan kondisi daerah yang lagi genting ya jangan juga memikirkan diri sendiri,” jelasnya.
Apa yang terjadi saat ini ?, ketika persoalan anggaran tanggung jawab atas pengembangan nilai-nilai kehidupan yang berlandaskan syariat keagamaan tidak lebih penting dari pada anggaran tunjangan para Anggota DPRD yang notabenenya adalah perwakilan rakyat yang ada di Daerah.
Perlu adanya sikap sabar dan sikap mengedepankan kepentingan umum dalam menyikapi antara persoalan pemotongan insentif para imam, pegawai syari’i dan kenaikan tunjangan Anggota DPRD Kabupaten Pohuwato.
Saya berharap adanya suatu kebijakan yang terbaik dilahirkan oleh 2 Lembaga eksekutif dan Legislatif atas persoalan yang dimaksud, hingga tingkat kepuasan publik akan lebih meningkat di tahun-tahun yang akan datang.