Example floating
Example floating
Headline

Apresiasi untuk Polisi yang Tidak Bekerja

×

Apresiasi untuk Polisi yang Tidak Bekerja

Sebarkan artikel ini

Oleh : Jhojo Rumampuk

Mari kita angkat topi untuk Polda Gorontalo dan Polres Pohuwato. Lembaga penegak hukum ini patut dipuji setinggi-tingginya.

Example 300x300

Mengapa? Karena mereka telah menemukan strategi hukum paling cerdas, tidak usah menindak apa-apa.

PETI? Ah, itu cuma mitos.

Pelakunya? Cuma bayangan.

Kerusakan lingkungan? Cuma gosip murahan.

Karena toh, Pohuwato hanyalah tanah kosong. Tidak ada pemerintahannya, tidak ada warganya, bahkan mungkin tidak ada pohonnya. Jadi untuk apa repot-repot menegakkan hukum di wilayah yang “tidak ada”?

Dalam teori penegakan hukum, Soerjono Soekanto menulis bahwa efektivitas hukum ditentukan oleh lima faktor. Regulasi, aparat, sarana, masyarakat, dan kebudayaan. Namun tampaknya, di Pohuwato, kelima faktor itu sudah menemukan bentuk paling sempurnanya. Yaitu, DIAM.

Ya, kita perlu memberikan penghargaan khusus kepada Polda Gorontalo dan Polres Pohuwato. Betapa tidak, mereka memilih jalan sunyi penegakan hukum dengan membiarkan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) beroperasi bebas.

Sebuah strategi brilian, sebab dengan tidak melakukan penindakan, aparat berhasil melindungi sesuatu yang lebih berharga daripada hutan, sungai, atau nyawa rakyat. Adalah “Harga Diri Pelaku PETI”

Para penambang jelas bukan pelaku kejahatan. Mereka adalah korban. Korban dari kemiskinan struktural, korban janji-janji pembangunan, korban kerakusan perusahaan legal yang tak pernah memberi ruang.

Maka, ketika Ekskavator dan mesin dompeng mereka merobek perut bumi Pohuwato, itu bukanlah tindak pidana, itu sekadar bentuk ekspresi eksistensial.

Dan jika sungai tercemar merkuri, udara penuh debu, hutan jadi gundul, atau banjir bandang datang menyapu rumah warga, tentu itu bukan salah manusia. Itu murni kelalaian alam.

Pohuwato harusnya tidak selemah itu menghadapi para penambang tangguh.

Seorang akademisi hukum lingkungan pernah menegaskan, “negara yang membiarkan penambangan ilegal berarti negara yang absen.” Tetapi mungkin kita perlu merevisi kutipan itu.

Negara tidak absen, negara justru hadir dengan penuh kelembutan, membiarkan rakyatnya menggali emas tanpa diganggu aparat.

Lebih jauh, logika hukum pun ikut lentur. Pasal 158 Undang-Undang Minerba yang jelas melarang aktivitas pertambangan tanpa izin? Ah, itu cuma tulisan kaku di atas kertas. Di Pohuwato, yang berlaku bukan hukum nasional, melainkan hukum rasa, jangan lukai hati para penambang, jangan cemari nama baik para pelindungnya.

Maka tidak berlebihan jika kita menobatkan Polda Gorontalo dan Polres Pohuwato sebagai pionir penegakan hukum alternatif, hukum yang tidak perlu ditegakkan. Hukum yang cukup diletakkan di laci, sementara tambang emas terus dikeruk.

Dan kini, pertanyaan retoris pun lahir,

Apakah Kapolri bangga dengan model penegakan hukum seperti ini?

Apakah Mabes Polri rela melihat nama besar institusinya dipelintir jadi alat pembiaran?

Apakah “Presisi” hanya jargon manis di spanduk, sementara di lapangan hukum dipreteli demi menjaga status quo PETI?

Kalau suatu hari nanti Pohuwato hanyut, hutan habis, dan rakyat benar-benar kehilangan tanah airnya, maka sejarah akan mencatat, bencana itu bukan akibat kelalaian alam.

Dan sampai saat ini apa yang dilakukan oleh Polisi? Mereka tidak salah. Justru merekalah pahlawan yang telah menjaga harga diri pelaku PETI sampai titik darah penghabisan.

Salam hormat untuk penegakan hukum ala Pohuwato. Hukum yang damai, hukum yang penuh pengertian, hukum yang indah karena tidak pernah hadir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600