Example floating
Example floating
Tajuk

TPP ASN dan BTT Jadi Korban Rasionalisasi APBD-P Gorontalo 2025

×

TPP ASN dan BTT Jadi Korban Rasionalisasi APBD-P Gorontalo 2025

Sebarkan artikel ini

Oleh : Redaksi Fakta News

Dalam dokumen rencana APBD Perubahan Tahun Anggaran 2025 Provinsi Gorontalo, kita semua patut mencermati adanya dinamika yang cukup serius. Tercatat bahwa Belanja Pegawai berkurang sebesar Rp11 miliar, sementara pada saat yang sama Belanja Tidak Terduga (BTT) juga terpangkas sekitar Rp5 miliar.

Example 300x300

Sekilas, angka ini mungkin tampak biasa saja sebagai bagian dari proses rasionalisasi anggaran. Namun jika dibedah lebih dalam, terdapat persoalan mendasar yang menunjukkan arah kebijakan fiskal daerah justru makin menjauh dari esensi pro poor budget dan pro service delivery.

Belanja Pegawai dalam struktur APBD mencakup tiga komponen utama, gaji pokok, tunjangan melekat, dan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP). Dua komponen pertama (gaji dan tunjangan) bersifat tetap dan tidak bisa dikurangi karena merupakan hak konstitusional ASN yang dilindungi undang-undang. Maka, pengurangan Rp11 miliar ini hampir pasti menyasar TPP.

Dengan demikian, ASN di lingkungan Pemprov Gorontalo patut bersiap menghadapi penurunan tambahan penghasilan mereka. Padahal, TPP selama ini bukan sekadar insentif, tetapi instrumen untuk mendorong kinerja, disiplin, dan motivasi pegawai. Ketika TPP dipangkas, maka secara langsung daya beli ASN ikut tergerus, dan pada gilirannya memengaruhi roda ekonomi lokal.

Apalagi, pengurangan ini dilakukan di tengah inflasi yang masih fluktuatif dan harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik. Pertanyaannya: mengapa ASN yang justru menjadi motor pelayanan publik, harus menjadi korban dari kebijakan pemangkasan anggaran?Selain TPP, publik juga mesti menyoroti pemangkasan Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp5 miliar. Padahal BTT adalah pos vital yang seharusnya menjadi bantalan keuangan daerah ketika terjadi bencana, keadaan darurat, atau kebutuhan mendesak yang tidak bisa diprediksi sebelumnya.

Gorontalo adalah daerah dengan kerentanan tinggi terhadap bencana banjir, longsor, hingga potensi sosial yang rawan memicu konflik horizontal. Dengan kondisi itu, pengurangan BTT justru memperlemah kemampuan fiskal pemerintah untuk bertindak cepat saat krisis terjadi.Alih-alih memperkuat fiscal resilience, kebijakan ini memperlihatkan bahwa aspek mitigasi risiko ditaruh di urutan kesekian. Pertanyaan publik pun muncul, apakah Pemerintah Provinsi benar-benar sadar dengan potensi darurat yang bisa terjadi sewaktu-waktu?

Ironi terbesar dari pemangkasan ini adalah kenyataan bahwa pada saat yang sama, alokasi anggaran untuk DPRD justru mengalami peningkatan signifikan dalam APBD-P 2025, yakni sebesar Rp17 miliar. Fakta ini semakin mempertebal kesan bahwa kebijakan anggaran daerah lebih berpihak pada elite politik ketimbang kebutuhan ASN dan masyarakat luas.Publik tentu bisa menilai sendiri, ketika TPP ASN dan cadangan darurat dikorbankan, sementara fasilitas politik ditambah, maka makna keadilan fiskal seolah hanya menjadi jargon kosong.

APBD adalah dokumen politik anggaran yang mestinya mencerminkan aspirasi publik. Namun dalam praktiknya, sering kali pergeseran dan pemangkasan dilakukan tanpa penjelasan yang transparan. DPRD dan Pemprov sebagai aktor utama pengambil keputusan seolah abai menjelaskan logika kebijakan kepada masyarakat.

Pemangkasan TPP ASN dan BTT dalam APBD-P 2025 harusnya disertai dengan argumentasi yang kuat: apakah karena realisasi pendapatan daerah yang meleset? Apakah akibat overestimasi PAD? Atau sekadar karena salah prioritas sejak perencanaan awal? Tanpa jawaban jelas, maka publik berhak menilai kebijakan ini sebagai bentuk inkonsistensi dan kegagalan manajemen fiskal daerah.

Kritik ini bukan berarti menolak rasionalisasi anggaran. Rasionalisasi perlu dilakukan bila kondisi fiskal memang tertekan. Namun yang dipersoalkan adalah arah dan sasaran rasionalisasi.

Mengapa tidak dilakukan pada belanja seremonial, perjalanan dinas, atau pos-pos pemborosan lain yang nyata-nyata lebih besar dan kurang produktif? Mengapa justru TPP ASN dan BTT yang dipilih sebagai sasaran empuk?

Kebijakan seperti ini hanya memperlihatkan bahwa pemerintah lebih mudah memangkas yang lemah (ASN dan cadangan darurat), sementara mengabaikan penghematan pada sektor elite dan belanja konsumtif birokrasi.APBD adalah wajah nyata keberpihakan pemerintah daerah.

Dan dalam APBD-P 2025 ini, wajah itu tampak muram. ASN dipaksa menerima kenyataan TPP mereka dipangkas, sementara masyarakat harus siap menghadapi risiko darurat dengan bantalan fiskal yang semakin tipis.

Pemangkasan Belanja Pegawai sebesar Rp11 miliar dan BTT Rp5 miliar bukan sekadar angka di atas kertas, tetapi cermin dari krisis prioritas dan ketidakadilan fiskal di Gorontalo.

Kini, kita semua menunggu keberanian DPRD dan Pemprov untuk menjawab pertanyaan sederhana, apakah anggaran daerah dibuat untuk kepentingan rakyat, atau sekadar memenuhi selera elite?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Akses berita Faktanews.com dengan cepat di WhatsApp Channel : https://whatsapp.com/channel/0029Vae1Mtp5q08VoGyN1a2S. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Example 300x300
Example 120x600